JAKARTA, HUMAS MKRI - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil (UU ASN), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UU Guru dan Dosen), Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (UU RS) dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan (UU Keperawatan), pada Senin (4/3/2019) siang. Sidang kedua perkara yang teregistrasi Nomor 13/PUU-XVII/2019 ini digelar dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan. Pegawai Negeri Sipil RSUD Pemda Kabupaten Ponorogo Rochmadi Sularsono dan Forum Pemberdayaan Insan Madani Mitreka Satatha (Forpimmisa) tercatat sebagai Pemohon perkara tersebut.
Dalam sidang perbaikan permohonan tersebut, Panel Hakim yang terdiri dari Hakim Konstitusi Arief Hidayat, I Dewa Gede Palguna, dan Manahan MP Sitompul, mempertanyakan permohonan perbaikan yang dinilai tidak berubah dengan permohonan sebelumnya. “Permohonan masih sebagaimana permohonan yang semula. Padahal sudah dinasihati dan masih begini. Petitumnya juga tidak berubah,” jelas Arief.
Arief pun kembali menekankan bahwa kerugian yang diuraikan Pemohon merupakan kerugian faktual. Sementara dalam pengujian undang-undang, kerugian konstitusional yang menjadi pertimbangan hakim dalam menangani suatu permohonan.
Sementara itu, I Dewa Gede Palguna menegaskan tidak ada biaya berperkara di Mahkamah Konstitusi. Pernyataan ini disampaikan oleh Palguna terkait lampiran surat keterangan Pemohon mengenai ketiadaan biaya sehingga harus bergantian menghadiri persidangan. “Di MK, sama sekali tidak ada biaya perkara. Tetapi jika biaya yang dimaksud Pemohon biaya pribadi berupa ongkos, maka itu bukanlah biaya perkara di MK. Itu biaya pribadi Pemohon,” ujar Palguna.
Para Pemohon merasa hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya sejumlah pasal dalam undang-undang yang dimohonkan untuk diuji terutama terkait aturan mengenai pegawai tidak tetap. Rochmadi Sularsono yang hadir dalam persidangan tersebut menilai UU yang diujikan mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum dan tindak diskriminatif bagi pegawai tidak tetap. Sebab menurut Pemohon, yang dimaksud pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan administrasi sesuai kebutuhan dan kemampuan organisasi. Para Pemohon juga mempermasalahkan kewenangan mengangkat ASN untuk dunia pendidikan dan dunia kesehatan yang bertentangan dengan undang-undang lain. Dalam petitumnya, Pemohon meminta seluruh pasal dalam undang-undang yang diajukan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. (Lulu Anjarsari)