JAKARTA, HUMAS MKRI - Pemohon pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota (UU Pilkada) menegaskan permohonan kembali dalam sidang perbaikan permohonan, Senin (4/3/2019) siang.
Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan kepada Majelis Hakim bahwa Pemohon tetap merasa dirugikan atas berlakunya frasa pemilihan berikutnya pada Pasal 54D ayat (2) UU Pilkada yang selengkapnya menyatakan “jika perolehan suara pasangan calon kurang dari sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pasangan calon yang kalah dalam Pemilihan boleh mencalonkan lagi dalam Pemilihan berikutnya”.
Menurut Pemohon, UU Pilkada memberikan penjelasan yang multitafsir perihal pemilihan seperti apakah yang dimaksud dengan pemilihan berikutnya tersebut. “Apakah pemilihan berikutnya yang dimaksud adalah pemilihan yang diselenggarakan oleh pasangan calon perseorangan dengan Kolom Kosong untuk kedua kalinya, ataukah pemilihan yang benar-benar dibuka siapapun yang memenuhi persyaratan untuk mengikutinya. Hal demikian menimbulkan ketidakpastian hukum bagi Pemohon untuk mengikuti pemilihan berikutnya,” jelas Yusril.
Sebagaimana diketahui, Pemohon Perkara Nomor 14/PUU-XVII/2019 ini adalah Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal, sebagai Pasangan Calon (Paslon) Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar 2018 dan telah ditetapkan sebagai Pasangan Calon Tunggal Pemilihan Kepala Daerah Kota Makassar 2018. Pemohon mendalilkan bahwa Pemilihan Kepala Daerah Kota Makassar 2018 diikuti dua pasangan calon yakni Paslon Nomor Urut 1 Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal serta Paslon Nomor Urut 2 Moh. Ramdhan Pomanto dan Indira Mulyasari Paramastuti Ilham. Kemudian terdapat Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Makassar Nomor 6/G/Pilkada/2018/PT.TUN.Mks, tanggal 21 Maret 2018 dan dikuatkan pula oleh Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 259 K/TUN/PILKADA/2018 tanggal 23 April 2018 yang menyatakan bahwa pasangan yang memenuhi syarat hanyalah Pasangan Nomor Urut 1 (Pemohon).
Menindaklanjuti putusan itu, KPU menerbitkan Keputusan KPU Kota Makassar Nomor 64/P.KWK/HK.03.01-Kpt/7371/KPU-Kot/IV/2018 tanggal 27 April 2018 dan Berita Acara Pleno Nomor 435/P.KWK/PL.03.3-BA/7371/KPU-Kot/IV/2018 tentang Penetapan Pasangan Calon Pada Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar Tahun 2018 tanggal 27 April 2018 dan Berita Acara Nomor 434/P.KWK/PL.03.3-BA/7371/KPU-Kot/IV/2018 tentang Pelaksanaan Penetapan Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait Pembatalan Penetapan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Makassar Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar 2018 sehingga Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar 2018 diikuti satu pasangan calon yakni Pemohon melawan Kolom Kosong (Kotak Kosong).
Setelah pemilihan dilangsungkan, KPU Kota Makassar menerbitkan Keputusan KPU Kota Makassar Nomor 71/P.KWK/HK.03.1-Kpt/7371/KPU-Kot/VII/2018 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Makassar 2018 tertanggal 6 Juli 2018. Pemohon memperoleh suara sebanyak 264.245 (dua ratus enam puluh empat ribu dua ratus empat puluh lima) suara. Sementara Kolom Kosong memperoleh suara sebanyak 300.795 (Tiga ratus ribu tujuh ratus sembilan puluh lima) suara. Atas keputusan KPU tersebut, Pemohon telah mengadukan penyelesaian sengketa hasil Pemilihan Kepala Daerah di Mahkamah Konstitusi. Melalui putusan Nomor 31/PHP.KOT-XVI/2018 tanggal 10 Agustus 2018, Mahkamah telah menyatakan Permohonan Pemohon tersebut “tidak dapat diterima”. (Nano Tresna Arfana/LA)