Hari kedua bimbingan teknis Hukum Acara Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019 bagi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Jumat (1/3/2019), para anggota Dewan Pimpinan Pusat dan Dewan Pimpinan Wilayah PSI menerima kuliah dari Hakim Konstitusi Saldi Isra mengenai Hukum Acara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota Tahun 2019.
Undang-Undang Dasar 1945 sebelum amendemen, jelas Saldi, justru tidak satu pun ada yang menyebut partai politik dan tidak ada satu pun kalimat yang menyebut pemilu. Saldi mengatakan, pasca amendemen partai politik disebut secara eksplisit dan hal yang akan dilakukan oleh partai politik. Seperti pasangan calon presiden/wakil presiden, terang Saldi, hanya bisa diajukan oleh partai politik. Ketika ada di DPR, partai politik menentukan pihak yang akan menduduki suatu jabatan, oleh karena partai politik harus mampu membenahi diri dengan baik.
Lebih lanjut, Saldi mengatakan negara ikut membiayai partai politik bukan berarti membuat partai menjadi tidak independen. “Justru ketika negara ikut membiayai maka rakyat memiliki hak untuk menuntut partai politik agar bekerja dengan baik,” kata Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Andalas itu.
Selain itu, Saldi menjelaskan menjadi pengurus partai politik di negara-negara yang sudah matang seperti jenjang karier, mulai dari tingkat yang paling bawah hingga kemudian menjadi pengurus cabang, pengurus daerah atau wilayah, hingga menjadi pengurus pusat. Namun hal tersebut menurut Saldi, harus diikuti pula oleh kemauan yang kuat dari para anggotanya. “Kader partai politik akan sulit membangun ideologi partai jika tidak memiliki waktu yang cukup dan tidak memiliki komitmen,” ujarnya.
Lebih jauh, Saldi menjelaskan bahwa suara yang hilang dalam Pemilu akan berpengaruh pada kursi partai politik dan akhirnya berpengaruh pada ambang batas parlemen yang telah ditetapkan oleh UU. Biasanya, menurutnya, partai politik saling gugat karena merasa dicurangi dan diambil suaranya, namun yang paling berat adalah jika ada perselisihan dalam internal partai politik. Dalam keadaan yang kedua, ia mengatakan jika MK memberikan fokus pada partai politik, karena yang menjadi peserta pemilu adalah partai politik, sesama calon dari partai yang sama dapat mengajukan perkara jika ada persetujuan dari partai politik, dalam hal ini ketua umum dan sekretaris jenderal.
Namun demikian, kata Saldi, MK memberikan kesempatan kepada partai politik untuk menyelesaikannya terlebih dahulu, dan partai politik harus menyiapkan mekanisme penyelesaian sengketa internal partai agar tetap dapat bertahan. Dalam mengajukan permohonan sengketa ke MK, maka yang menjadi termohon adalah Komisi Pemilihan Umum. Saldi mengingatkan kepada para peserta untuk selalu mengumpulkan bukti-bukti dokumen penghitungan surat suara, karena sekecil apapun permasalahan harus didukung dengan bukti yang kuat. Menurutnya, tugas hakim konstitusi adalah menilai bukti-bukti yang diajukan para pihak untuk mendukung argumentasinya.
Dalam kegiatan tersebut, Panitera MK Muhidin, dalam materinya tentang Mekanisme, Tahapan, dan Kegiatan Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum 2019, mengingatkan kepada para peserta untuk selalu memperhatikan proses penghitungan suara, rekapitulasi penghitungan suara mulai dari jenjang yang paling bawah hingga tingkat nasional. Muhidin mengungkapkan, berubahnya perolehan suara di salah satu jenjang berpotensi untuk diperkarakan ke MK. Dalam menyampaikan dalil kepada majelis hakim konstitusi, para pihak juga harus mampu menjelaskan waktu dan tempat pelanggaran terjadi dengan didukung alat bukti yang cukup.
Tenggat waktu pengajuan perkara menjadi persoalan dari waktu ke waktu pelaksanaan pemilu, Muhidin menegaskan, ketentuan tersebut sudah tertuang dalam UU sehingga MK hanya melaksanakan saja ketentuan yang berlaku. Selain itu, ia juga meminta kepada segenap pengurus PSI jika ada konflik terkait dengan perselisihan hasil pemilu sesama anggota partai maka dapat dapat diselesaikan secara internal, shingga tidak perlu dipersoalkan ke MK.
Istilah “Konstitusi”
Sementara itu, Ahmad Edi Subianto selaku Panitera Pengganti menjelaskan istilah Konstitusi mulai terbiasa terdengar sejak ada MK. “Dan sebagian besar orang ketika mendengar kata konstitusi yang muncul di benaknya adalah UUD 1945, padahal konstitusi tidak hanya UUD melainkan jauh luas dari itu. Konstitusi adalah konsensus-konsensus dari seluruh elemen negara,” paparnya.
Tidak semua negara memiliki MK, seperti di Amerika, kewenangan untuk melakukan pengujian UU berada di Mahkamah Agung, ada juga yang membentuk Dewan Konstitusi dengan kewenangan melakukan pemeriksaan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU).
Menurut Edi, ide pembentukan MK di Indonesia sudah muncul dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), namun ide tersebut ditolak dengan alasan saat itu Indonesia belum banyak memiliki sarjana hukum. Ide pembentukan MK kembali muncul ketika terjadi amendemen UUD antara 1999-2003 dengan sejumlah kewenangan yang dimilikinya. (Ilham/LA)