GORONTALO, HUMAS MKRI - Ketua MK Anwar Usman memberikan Kuliah Umum kepada civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Gorontalo dengan tajuk “Mahkamah Konstitusi Dalam Sistem Ketatanegaraan Republik Indonesia”, di Ruang Auditorium Universitas Gorontalo, Gorontalo pada Jumat (1/3/2019).
Dalam kuliahnya, Anwar Usman memaparkan mengenai kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang tertuang dalam pasal 24 c ayat 1 UUD 45. Kewenangan MK dimaksud, yakni mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final. Pengujian UU terhadap UUD 45, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran parpol dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. Selain itu, MK juga memiliki kewajiban dalam hal memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden diduga melakukan sejumlah pelanggaran sebagaimana diatur dalam konstitusi.
Menyinggung kesiapan MK dalam hal Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Serentak Tahun 2019, Anwar juga memaparkan ada perbedaan yang cukup signifikan antara Pemilu 2014 dan Pemilu Serentak 2019 karena terdapat penambahan sejumlah dapil dan kursi di DPR. Melihat jumlah kursi yang diperebutkan dan jumlah partai peserta pemilu yang mengikuti proses pemilihan, demokrasi di Indonesia tidaklah dapat dikategorikan sebagai negara demokrasi yang kecil dan sederhana, melainkan dapat dikategorikan sebagai negara demokrasi yang cukup besar dan dengan sistem kepemiluan yang cukup kompleks.
"Proses pemilu yang hari ini kita laksanakan, merupakan konsekuensi logis dari sistem demokrasi yang kita anut di dalam konstitusi, begitu juga halnya berlaku bagi negara-negara lain yang menganut sistem yang sama. Saat ini di seluruh negara-negara di dunia, sistem demokrasi merupakan sistem bernegara yang tidak dapat dielakkan pelaksanaannya," jelas Anwar.
Lebih lanjut, Anwar memaparkan untuk mewujudkan pemilu yang berintegritas, tentu tidaklah semudah mengucapkannya. Anomali demokrasi merupakan persoalan umum yang terjadi di berbagai negara, tidak hanya di Indonesia. Oleh karena itu, untuk menjaga proses demokrasi dan mencapai hasil pemilu yang diharapkan, dibutuhkan kerja sama dan sinergitas seluruh organ negara terkait penyelenggaraan pemilu (KPU), Bawaslu, DKPP, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, Mahkamah Konstitusi, dan berbagai lembaga negara lainnya, serta tentunya kalangan akademik dan mahasiswa yang berkewajiban untuk terus melakukan edukasi publik tentang pentingnya mewujudkan pemilu yang berintegritas.
"Keseluruhan elemen tersebut, harus bersinergi untuk mensukseskan pemilu demi terjaganya kedaulatan rakyat. Tak kalah pentingnya, bagi para peserta pemilu hendaknya terus kita diingatkan dan dipahami bahwa amanah berupa jabatan yang diemban kelak sebagai pemimpin rakyat, harus dipandang sebagai jabatan yang wajib dipertanggungjawabkan tidak hanya di dunia, namun juga di akhirat kelak," tandasnya.
Pada akhirnya, Anwar berpesan seluruh civitas akademika yang hadir, bahwa dirinya menaruh harapan besar. Lebih khusus dalam proses pemilu serentak ini, dapat turut mengambil peran untuk terus melakukan supervisi terhadap setiap tahapan pemilu, agar proses yang berjalan dapat terselenggara dengan jujur, adil, dan transparan sesuai dengan kaidah ketentuan yang ada.
Kerja Sama dengan Perguruan Tinggi
Sebelumnya, Sekjen MK M. Guntur Hamzah dalam laporannya menyampaikan, bahwa bagi MK, kerjasama dengan perguruan tinggi adalah kebutuhan. Kiprah MK tidak akan dilepaskan dari peran perguruan tinggi. Tanpa itu semua, MK tidak akan optimal dalam menjalankan tugas dan kewenangan konstitusionalnya.
"Salah satu komitmen MK ialah turut berkontribusi mendorong mutu dan kualitas pendidikan tinggi, utamanya pendidikan tinggi hukum. Makin tinggi mutu pendidikan tinggi hukum, akan makin berkualitas lulusannya, sehingga cita-cita dan tujuan dalam kita berbangsa dan bernegara ini dapat diwujudkan," paparnya. (ddy/LA)