Mahkamah Konstitusi (MK) menerima kedatangan sebanyak 31 orang mahasiswa dari Murdoch University Australia dan Universitas Pelita Harapan (UPH). Mereka disambut langsung oleh Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna beserta Peneliti Senior MK Pan Mohamad Faiz di Ruang Delegasi MK pada Jumat (8/2/2019) pagi.
Sebelum memasuki pembahasan utama, Faiz menjelaskan jika Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna merupakan hakim dua periode yang menjabat di MK. Pertama, Palguna menjabat sebagai hakim konstitusi masa jabatan 2003 – 2008 dan masa jabatan 2015 – 2020.
Memasuki sesi penjelasan, Palguna menjelaskan secara garis besar tentang MK yang memiliki total sembilan hakim, masing-masing dipilih oleh Presiden, DPR, serta Mahkamah Agung (MA). Setiap lembaga masing-masing memilih tiga wakilnya.
Palguna pun menyebut amandemen UUD 1945 membawa perubahan yang fundamental bagi Indonesia. Amendemen UUD 1945, lanjutnya, berfungsi memperkuat Indonesia sebagai negara yang demokratis. UUD 1945 sebelum amendemen, jelasnya, tidak mencerminkan hal tersebut. “Amanat reformasi adalah membawa Indonesia untuk menjadi negara yang demokratis. Ini berefek pada Konstitusi yang akhirnya ikut diamendemen,” jelasnya.
Selain itu, Palguna menyatakan MK RI adalah mahkamah konstitusi ke-78 di dunia yang terbentuk pada 13 Agustus 2003. MK terbentuk sebagai hasil dari amandemen UUD 1945. MK, ujarnya, memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Kewenangan tersebut, yakni menguji undang-undang terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu. “Untuk kewajibannya adalah memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran presiden dan atau wakil presiden menurut UUD 1945,” ujarnya.
Selanjutnya, Palguna menyebut ada empat pihak yang dapat mengajukan permohonan ke MK. Empat pihak tersebut, yaitu warga negara Indonesia, kesatuan hukum adat, badan hukum publik dan privat, serta lembaga negara. MKRI, ujarnya, menerapkan model kelsenian system, yakni proses pengujian undang-undang hanya dapat dilakukan oleh lembaga peradilan yang independen dan tunggal seperti MK. Adapun model lainnya, american system, yakni pengujian undang-undang dapat dilakukan Mahkamah Agung ataupun pengadilan lain di level yang berbeda.
Palguna juga menyatakan putusan MK bersifat erga omnes karena putusan MK mesti ditaati dan mengikat bagi seluruh rakyat Indonesia. Semisal, ada produk undang-undang yang sudah dibatalkan MK, maka jika dibuat kembali dengan konten yang sama, maka MK merujuk pada putusan yang lama. (Arif Satriantoro/LA)