Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman membuka kegiatan Bimbingan Teknis Hukum Acara Penyelesaian Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019 bagi Partai Berkarya, di Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi Mahkamah Konstitusi, pada Rabu (6/2/2019).
Dalam sambutannya, Anwar mengatakan usaha untuk mendirikan lembaga yang memiliki kewenangan menguji UU, sudah diusulkan sejak lama oleh Soepomo untuk meletakan kewenangan pembanding Undang-Undang dimiliki oleh Mahkamah Agung, berbeda dengan negara-negara di Afrika yang justru banyak memiliki MK.
Anwar pun menjelaskan dengan hadirnya MK, Presiden tidak lagi bisa semena-mena membubarkan partai politik seperti yang pernah terjadi dulu ketika Presiden Sukarno membubarkan Masyumi. Di samping itu, dengan adanya MK sebagaimana diatur dalam konstitusi dan peraturan perundang-undang, Presiden tidak bisa secara tiba-tiba dijatuhkan oleh Lembaga politik.
Selain itu, Anwar mengatakan selama dirinya menjalani profesi sebagai hakim, baik sebagai hakim di pengadilan umum maupun sebagai Hakim Konstitusi, tidak semua pihak dapat puas dan dapat menerima putusan pengadilan, selalu ada saja pihak yang merasa dirugikan oleh putusan pengadilan.
“Masalah keadilan sangat bergantung dari hati nurani, seperti dikatakan oleh Mahatma Gandhi, keadilan hanya bisa hadir dari hati yang paling suci, pengadilan yang paling tinggi menurut Mahatma Gandhi adalah pengadilan hati nurani,” kata Anwar.
Selaku Hakim Konstitusi, Anwar menegaskan jika sembilan hakim konstitusi bersikap independen “Meski demikian, kami tetap memiliki hak politik, tapi itu nanti 17 April 2019,” ujar pria kelahiran Bima itu.
Anwar juga memotivasi kepada para peserta untuk tetap berusaha sebaik-baiknya karena siapapun teman-teman yang menjadi calon anggota legislatif namanya sudah ada lauhul mahfuzh siapa yang nanti akan lolos ke DPR. Anwar juga mencontohkan dirinya yang tidak menyangka akan menjadi ketua MK. “Bahkan menjadi Hakim Konstitusi pun tidak pernah ada dalam bayangan saya. Jabatan yang diembannya harus ladang ibadah baginya. Bekerjalah kamu seakan-akan kamu akan hidup selama-lamanya, dan kejarlah akhiratmu seakan-akan kau akan mati esok. Ketika nanti terpilih menjadi anggota legislatif atau menduduki jabatan apapun, jadikan tempat itu untuk beribadah, bukan menjadikan untuk menumpuk materi,” kata Anwar.
Menurut Anwar, bimtek diadakan dengan tujuan agar para caleg yang merasa keberatan dengan perolehan hasil suara yang diumumkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), maka memiliki bekal untuk beracara di MK. “Atau mungkin ketika perolehan suara rekan-rekan partai Berkarya dipersoalkan oleh partai lain, maka sudah memiliki bekal untuk menghadapi sengketa di MK,” jelasnya.
Dalam kegiatan yang diikuti oleh 160 orang peserta dari pengurus Dewan Pimpinan Pusat dan Dewan Pimpinan Wilayah Partai Berkarya tersebut, Anwar juga berpesan kepada para peserta, untuk menjunjung persatuan dan kepentingan bangsa yang lebih besar. “Kepada teman-teman, sebagai orang politik jangan jadikan orang lain musuh walau berbeda kepentingan dan pandangan politik,” ujar Anwar.
Sementara Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Berkarya Priyo Budi Santoso, dalam sambutannya mengatakan bahwa dirinya ikut terlibat dalam pembentukan Mahkamah Konstitusi, sejak dalam masa pembahasan perubahan Undang-Undang Dasar (UUD) hingga pembentukan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Menurut Priyo, pembahasan pembentukan MK memakan waktu yang cukup lama baik secara politik maupun akademik mengenai perlu tidaknya membentuk MK.
Lebih jauh, Priyo menjelaskan berbagai latar belakang yang menjadi alasan Pemerintah untuk membentuk MK. Ia mencontohkan peristiwa politik, seperti keluarnya dekrit Presiden Abdurrahman Wahid yang kemudian disusul keluarnya fatwa Mahkamah Agung yang menyatakan dekrit tersebut ilegal, serta keputusan MPR yang memakzulkan presiden karena keluarnya dekrit itu. Para perumus perubahan UUD kala itu, lanjutnya, tidak ingin presiden dijatuhkan begitu saja tanpa ada proses hukum dan partai politik tidak dapat begitu saja dibubarkan tanpa ada proses peradilan, seperti yang terjadi ketika Masyumi dibubarkan oleh Sukarno. (Ilham/LA)