Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS) pada Rabu (6/2/2019). Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 7/PUU-XVII/2019 ini diajukan oleh Nur Ana Apfianti seorang ibu rumah tangga yang tinggal di Surabaya.
Singgih Tomi Gumilang selaku kuasa hukum Pemohon menyampaikan perbaikan permohonan kepada Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo terutama terkait permohonan Pemohon dengan permohonan serupa yang sebelumnya pernah diajukan ke MK. “Setelah Pemohon membaca dengan saksama antara permohonan Pemohon dengan permohonan Pemohon 101/PUU-XIV/2016 pada persidangan MK beberapa waktu lalu, ada perbedaan kedudukan hukum maupun argumentasi,” jelas Singgih.
Dijelaskan Singgih, permohonan Pemohon menekankan alasan kerugian konstitusional karena Pemohon sebagai warga negara sudah menjadi peserta asuransi kesehatan swasta yang menurut Pemohon lebih berkualitas ketimbang asuransi BPJS. Meskipun Pasal 14 UU BPJS menyatakan setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia wajib menjadi peserta program jaminan sosial. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya asuransi ganda.
Sementara dalam Perkara Nomor 101/PUU-XIV/2016, Pemohon memiliki kedudukan hukum sebagai Bupati dan Ketua DPRD Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan yang mengalami kerugian sebagai pemerintah daerah karena tidak bisa berpartisipasi sendiri dalam mengelola kesehatan warga Kabupaten Gowa. Dengan demikian menurut Pemohon, antara permohonan Pemohon dengan permohonan Perkara Nomor 101/PUU-XIV/2016 berbeda syarat kerugian konstitusional.
Lebih lanjut, Pemohon menegaskan kembali permohonannya. Pemohon tidak bisa memahami alasan pembuat undang-undang mewajibkan seluruh warga negara harus ikut program BPJS Kesehatan. Jika tujuannya untuk membantu warga yang miskin agar bisa ter-cover pelayanan kesehatan, seharusnya yang diwajibkan ikut adalah orang miskin saja. Karena negara memberikan bantuan dengan membayar iuran orang miskin ke BPJS sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (4) UU BPJS. Tetapi untuk warga yang mampu akan mencari asuransi yang kredibel dan tidak banyak aturan ketika melakukan klaim saat peserta mengalami sakit. Menurut Pemohon, seharusnya negara tidak perlu memaksa-maksa warga untuk ikut BPJS Kesehatan.
Menurut Pemohon, Pasal 14 UU BPJS bertentangan dengan Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Seperti diketahui, Pemohon terdaftar sebagai peserta BPJS Kesehatan sejak 2018 dengan membayar premi sebesar Rp 51.000.00 (lima puluh satu ribu rupiah) dengan nomor kepesertaan 0001734248891. Sebelum menjadi peserta BPJS Kesehatan, Pemohon telah menjadi peserta asuransi Prudential dengan Nomor Polis 10075516 sejak 22 September 2014. Asuransi a quo plus tabungan yang termasuk meng-cover kesehatan Pemohon.
Pemohon merasa dirugikan hak konstitusionalnya dalam hal perlindungan hukum karena Pemohon tidak dapat menentukan sendiri pilihan untuk mengikuti asuransi kesehatan yang tepat bagi Pemohon. Dengan pemberlakukan ketentuan a quo, hak konstitusional Pemohon untuk memilh asuransi yang terbaik menjadi terabaikan. Selain itu, jika Pemohon tidak mengikuti asuransi BPJS maka Pemohon akan terkena saksi baik teguran tertulis, denda sampai tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
Menurut Pemohon, BPJS yang dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 yang mengatur sistem jaminan sosial nasional terbagi menjadi dua yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.
Pemohon menguji Pasal 14 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 menyatakan setiap orang termasuk orang asing yang bekerja paling singkat enam bulan di Indonesia wajib menjadi peserta program jaminan sosial. Pemohon beranggapan, kata ‘wajib’ dalam pasal a quo memberikan makna, setiap orang, baik anak-anak maupun dewasa, orang miskin maupun orang kaya semuanya wajib ikut program jaminan sosial kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Namun menurut Pemohon, mekanisme pelayanan peserta BPJS Kesehatan tidak sama dengan asuransi swasta. BPJS Kesehatan dalam praktiknya menerapkan rujukan berjenjang dan keterbatasan untuk obat-obatan yang ditanggung oleh BPJS. Sementara dengan asuransi swasta yang diikuti oleh Pemohon mengatur peserta asuransi diperbolehkan memilih dirawat di rumah sakit mana pun yang bekerja sama dengan asuransi swasta dan obat-obatan telah ditanggung sepenuhnya oleh pihak asuransi.(Nano Tresna Arfana/LA)