Sebanyak 82 siswa siswi SMP Gema Nurani Bekasi berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Rabu (23/1/2019). Kunjungan tersebut bertujuan untuk mengenal lebih dalam mengenai seluk-beluk MK. Mereka disambut langsung Peneliti MK Intan Permata Putri di Ruang Delegasi.
Pada kunjungan itu, Intan menjelaskan sembilan hakim konstitusi yang dimiliki MK dan masing-masing diajukan oleh Presiden, DPR, serta Mahkamah Agung (MA). “Kesamaan jumlah hakim untuk memastikan adanya check and balance,” jelasnya.
Intan juga menjelaskan syarat menjadi hakim konstitusi menurut UU MK, yakni mesti Warga Negara Indonesia (WNI), berpendidikan sarjana hukum, berusia minimal 40 tahun saat pengangkatan, tidak sedang pailit berdasar putusan pengadilan, membuat surat pernyataan kesediaan menjadi hakim MK, tidak pernah dipidana penjara 5 tahun atau lebih, serta memiliki pengalaman kerja bidang hukum minimal 10 tahun.
MK, lanjut Intan, memiliki empat kewenangan dan satu kewajiban MK. Kewenangan MK, di antaranya menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan lembaga negara, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan hasil pemilu. “Untuk kewajibannya adalah memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan pelanggaran presiden dan atau wakil presiden menurut UUD 1945,” ujarnya.
Secara garis besar, kata Intan, tugas MK adalah menjaga Konstitusi. Misalkan, kata Intan, ada UU yang dianggap bertentangan dengan Konstitusi, maka MK berwenang membatalkan. Di sisi lain, MK juga memastikan supaya aturan hingga lapis terbawah sesuai dengan jiwa Konstitusi. Intan menegaskan cikal bakal MK sudah ada sejak awal zaman kemerdekaan. Tokoh-tokoh bangsa mengusulkan adanya sejenis lembaga yang dapat menguji kesesuaian UU dengan Konstitusi. “Namun hal ini urung terwujud. Sebab dimasa itu dirasa belum banyak SDM yang memadai,” jelasnya.
Dalam sesi tanya jawab, seorang siswa mengajukan pertanyaan terkait dengan kasus besar yang ditangani MK. Intan menyebut MK memutus tentang batas usia minimal perkawinan bagi perempuan pada Desember 2018 lalu. “Aturan lama menyebut batas minimal usia adalah 16 tahun. Namun MK meminta hal ini dikoreksi,” jelasnya.
Intan melanjutkan MK meminta DPR membuat aturan baru dalam rentang waktu 3 tahun setelah putusan dan harus disinergikan dengan aturan terkait usia anak dalam UU Perlindungan Anak.
Kemudian, menanggapi struktur organisasi MK, Intan menyebut MK terdiri dari 2 struktur organisasi, yakni kepaniteraan dan kesekjenan. Ia pun menjelaskan bahwa para siswa dapat mengakses struktur organisasi tersebut pada laman MK. “Kesekjenan berbicara hal di luar persidangan. Sementara kepaniteraan berbicara tentang kasus atau perkara,” ujarnya. (Arif Satriantoro/LA)