Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan) tidak dapat diterima. Hal tersebut diucapkan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan perkara Nomor 72/PUU-XVI/2018 di Ruang Sidang Pleno MK, Rabu (12/12). Terhadap perkara yang dimohonkan Abdul Hakim ini, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams membacakan pertimbangan hukum Mahkamah menyebut bahwa norma yang diujikan dan dasar pengujian dalam permohonan Pemohon sama dengan Putusan Nomor 100/PUU-XV/2017 bertanggal 21 Februari 2018.
Dalam permohonan tersebut, Pemohon mendalilkan ketentuan Pasal 59 ayat (7) UU Ketenagakerjaan dengan menggunakan Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 sebagai dasar pengujian. Mahkamah telah jelas menyatakan pasal tersebut adalah konstitusional. Sehingga berdasarkan Pasal 60 UU MK, permohonan yang demikian tidak dapat dimohonkan pengujian kembali karena norma dalam UUD 1945 yang dijadikan dasar pengujian sudah pernah dipertimbangkan Mahkamah dalam putusan sebelumnya. “Dengan demikian, permohonan pengujian konstitusionalitas norma a quo tidak dapat diajukan kembali,” sampai Wahiduddin dihadapan sidang yang turut dihadiri prinsipal yang berprofesi sebagai karyawan PT Internusa Food ini.
Sebelumnya, Pemohon menyampaikan dengan diberlakukannya pasal a quo, sejak bekerja pertama kali tanggal 6 Maret 2012, Pemohon diikat oleh PTInternusa Food dengan perikatan perjanjian kerja untuk waktu tertentu, yang telah dilakukan perpanjangan sebanyak 11 kali. Pemohon telah mengupayakan perubahan statusnya menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu melalui Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 6/Pdt.Sus-PHI/2018/PN.Jkt.Pst bertanggal 12 Juli 2018 (Putusan PHI).Akan tetapi, Putusan PHI tersebut berakibat PT Internusa Food melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atas Pemohon secara sepihak sejak 28 Juli 2017 dengan alasan perjanjian PKWT telah berakhir. Pemohon juga menyampaikan bahwa sepanjang peralihan hubungan kerja yang semula dari PKWT menjadi PKWTT, Mahkamah Agung menghilangkan hak pekerja berupa upah selama proses PHK yang telah ditetapkan oleh PHI.
Untuk itu, Pemohon meminta agar Majelis Hakim Konstitusi membatalkan keberlakuan Pasal 59 ayat (7) UU Ketenagakerjaan. Selain itu, Pemohon meminta agar pasal a quo dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika dimaknai meniadakan hak Pekerja atas upah selama proses pemutusan hubungan kerja yang semula didasarkan pada perjanjian kerja untuk waktu tertentu menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu. (Sri Pujianti/LA)