Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Pengujian Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA), pada Kamis (6/12). Sidang yang beragendakan Pemeriksaan Pendahuluan diajukan oleh H. Husin Syahendra dan Nurhayati. Keduanya merupakan Pemohon Kasasi dalam Perkara Nomor 03/ PDT.G/2014/PN.RHL yang diputus tanggal 15 Juli 2014 pada Pengadilan Negeri Rokan Hilir juncto Perkara Nomor 65/PDT/2018/PT.PBR diputus tanggal 11 Juli 2018 pada Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
Pemohon perkara Nomor 95/PUU-XVI/2018 mendalilkan hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya Pasal 47 UU MA. Pasal 47 ayat (1) UU MA menyatakan, “(1)Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud dicatat dalam buku daftar”.
Dalam permohonannya, Pemohon menilai bahwa keberadaan pasal tersebut merugikan hak konstitusionalnya sebagai warga negara karena diperlakukan secara diskriminatif untuk memperoleh jaminan, perlindungan dan kepastian hukum dalam memperoleh keadilan serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Selanjutnya dalam permohonannya, para Pemohon menjelaskan bahwa Pasal tersebut telah menjadi dasar Mahkamah Agung menolak perkara kasasi sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perkara yang Tidak Memenuhi Syarat Kasasi dan Peninjauan Kembali (SEMA Nomor 8 Tahun 2011).
Hulia Syahendra selaku kuasa hukum menyatakan kliennya adalah pihak yang berperkara di Pengadilan Negeri Rokan Hilir, Riau. Dirinya memenangkan perkara di PN. “Namun saat banding, gugatan kami dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Riau,” jelasnya dalam sidang yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Saat ingin melakukan kasasi, tambah Hulai, Pemohon mengalami keterlambatan lebih dari 14 hari dan memori kasasi yang hendak dimasukkan melebihi tenggat waktu. Hal ini menyebabkan mereka tak dapat mengajukan kasasi.
Oleh karenanya, dalam petitum para Pemohon memohon kepada Majelis Hakim untuk menyatakan Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung tidak memenuhi ketentuan pembentukan Undang-Undang berdasarkan UUD RI 1945
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyatakan perkara ini bukan mengenai persoalan norma, namun persoalan implementasi. “Itu merupakan persoalan implementasi. Pemohon yang tidak mengikuti prosedur,” jelasnya dalam Perkara Nomor 95/PUU-XVI/2018. Jadi, kata dia, ini bukan kesalahan pengadilan. Namun kesalahan Pemohon yang terlambat mengajukan memori kasasi.
Sementara Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyatakan tidak jelas terkait kerugian konstitusional Pemohon. Sebab Pemohon melakukan kesalahan karena tidak memenuhi pasal yang diujikan. “Apa kerugian konstitusionalitasnya? Kalau dikaitkan kemudian dengan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, apa kerugiannya? Karena Anda melakukan kesalahan sebetulnya. Kesalahannya adalah tidak sesuai dengan atau tidak memenuhi ketentuan Pasal 47 ayat (1),” jelasnya.
Di sisi lain, Enny menyebut petitum yang diajukan Pemohon tidak jelas. Terdapat kata-kata tidak sesuai dengan pembentukan perundang-undangan. Adapun Hakim Konstitusi Suhartoyo menyebut permohona tersebut sebagai kasus privat atau pribadi. Sebab aturan yang ada sudah jelas tetapi Pemohon yang tidak mematuhinya. Ia mengingatkan Pemohon berhati-hati untuk tidak mencampuradukkan kesalahan pribadi Pemohon ke dalam ranah UU yang berlaku umum bagi masyarakat. Suhartoyo menambah aturan yang ada untuk mengatur agar perkara tidak menumpuk di MA. Di sisi lain, juga untuk memberikan kepastian hukum agar perkara yang ada tidak berlarut-larut penyelesainnya.(Arif Satriantoro/LA)