Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Rote Ndao 2018 yang dimenangkan oleh Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 3 Paulina Haning Bullu dan Stefanus M. Saek digugat Paslon Nomor Urut 1 Jonas Cornelius Lun dan Adolfina Koa Mesakh, Paslon Nomor Urut 2 Nitanel Nunuhitu dan Samuel Cony Pena dan Paslon Nomor Urut 4 Bima Theodrianus Fanggidae dan Ernest S. Zadrak Pella.
“Dugaan pelanggaran-pelanggaran di Kabupaten Rote Ndao itu lebih signifikan pada pelanggaran surat keterangan palsu yang diduga berjumlah 14 ribu hingga 17 ribu. Selain itu ada pelanggaran pembukaan kotak suara pada malam setelah pencoblosan. Hal itu semua berimbas pada penghitungan suara,” ungkap Yosef Robert Ndun selaku kuasa hukum Paslon Nomor Urut 1, 2 dan 4 saat mendaftarkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (9/7) siang. Ketiga permohonan tersebut teregistrasi dengan nomor perkara 14, 22, dan 24/PHP.BUP-XVI/2018.
Pelanggaran berikutnya, kata Yosef dari “Kantor Advokat & Pengacara Petrus Bala Pattyona”, di antaranya adanya penggunaan kendaraan dinas saat kampanye, terjadinya intimidasi maupun politik uang di sebagian besar Kabupaten Rote Ndao.
Hasil penghitungan suara versi KPUD Kabupaten Rote Ndao menunjukkan Paslon Nomor Urut 4 memperoleh sebanyak 9.584 suara atau 14,63%. Sedangkan Paslon Nomor Urut 1 meraih 14.304 suara atau 21,84%. Kemudian Paslon Nomor Urut 2 meraih 9.584 suara atau 14,63%. Sementara Paslon Nomor Urut 3 sebagai pemenang memperoleh 22.098 suara atau 33,74%.
“Seharusnya kalau menurut hitungan matematis dari tim kami, paslon nomor urut 4 lah yang memenangkan pilkada dengan memperoleh 21.000 lebih suara. Namun oleh Pleno KPUD Rote Ndao justru menyatakan paslon nomor urut 3 yang menang,” ucap Yosef mempertanyakan.
Gugatan dari Padang Panjang
Sementara itu dari wilayah barat, hadir gugatan Hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Padang Panjang 2018 dari Paslon Nomor Urut 2 Hendri Arnis dan Eko Furqani. Menurut tim kuasa hukum Paslon Nomor Urut 2, berbagai pelanggaran disinyalir terjadi saat pelaksanaan pilkada. Misalnya, adanya penghalangan hak pilih dari oknum tertentu. Terjadinya politik uang maupun kesengajaan menandai dalam kertas suara di salah satu paslon.
“Pada saat rekapitulasi penghitungan suara ada kesengajaan menandai dalam kertas suara di salah satu paslon dan disobek di bagian tertentu. Dari sobekan itu ditukar dengan kompensasi uang. Padahal kertas suara yang sudah disobek itu harusnya dianggap sebagai kertas suara yang rusak. Tapi ternyata dinyatakan tetap sah dan terjadi secara masif di dua kecamatan Padang Panjang,” jelas Slamet Santoso salah seorang kuasa hukum Paslon Nomor Urut 2.
“Kalau dari sisi Pasal 158 UU Pilkada, selisih 3 persen memang sudah melewati batas. Tapi bagaimanapun kami tetap mencari keadilan substantif di MK,” tandas Slamet yang juga menyampaikan selisih suara antara Paslon Nomor Urut 2 dengan Pihak Terkait (Paslon Nomor Urut 4 Fadly Amran dan Asrul) sebesar 853 suara. Paslon Nomor Urut 4 memperoleh 10.191 suara, sedangkan paslon nomor urut 2 memperoleh 9.338 suara.
Sampai dengan Senin, 9 Juli 2018, MK telah menerima permohonan sebanyak 21 permohonan yang terdiri dari 10 permohonan yang diajukan langsung oleh Pemohon dan enam permohonan yang masuk melalui permohonan online. Permohonan tersebut berasal dari Kota Tegal, Kota Parepare, Kota Gorontalo, Kota Madiun, Kabupaten Bangkalan 1, Kabupaten Bangkalan 2, Kabupaten Bolaang Mongondouw Utara, Kabupaten Biak Numfor, Kota Cirebon, Kabupaten Donggala, Kota Serang, Kota Bekasi, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Subang, dan Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten Padang Panjang, Kabupaten Sinjai, Kota Subulussalam, dan Kabupaten Rote Ndao. (Nano Tresna Arfana/LA)