Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 2 Faisal Andi Sapada dan Asriady melayangkan permohonan gugatan terhadap hasil Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Parepare 2018 pada Jumat (6/7) siang ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Hasil Pilkada Parepare 2018 menunjukkan selisih 1.858 suara antara Pemohon dengan Paslon No. Urut 1 Taufan Pawe dan Pangerang Rahim selaku pasangan yang ditetapkan KPU Kota Parepare sebagai pemenang. “Kami berharap Mahkamah Konstitusi melakukan penilaian terhadap hasil tersebut. Karena kecurangan yang terjadi sangat menyakitkan masyarakat. Sangat disayangkan kalau hanya karena kecurangan yang membuat calon yang seharusnya dipilih oleh masyarakat malah tidak terpilih. Kami menduga adanya kecurangan-kecurangan dalam proses pilkada sehingga memengaruhi hasil. Kami hadir di sini untuk menempuh upaya hukum yang memungkinkan dengan bukt-bukti dan pemenuhan syarat yang sesuai dengan peraturan Mahkamah Konstitusi, ” kata Moh.Al-Fatahselaku kuasa hukum.
Mengenai bentuk-bentuk kecurangan yang terjadi, ungkap Al-Fatah, yang paling fatal adalah terdapat 3.000 surat keterangan yang diterbitkan oleh capil yang berakibat bertambahnya jumlah pemilih. Juga ada pembongkaran kotak suara maupun terjadinya money politics.
“Calon pemenang Pilkada Parepare sebenarnya sudah didiskualifikasi. Namun karena melakukan upaya hukum di Mahkamah Agung yang sebenarnya tidak diperkenankan karena tidak memiliki dasar apa pun. Entah kenapa Mahkamah Agung kemudian mengabulkan gugatan calon pemenang dan mencabut diskualifikasi. Ini sangat merugikan bagi kami selaku pasangan calon nomor 2,” ujar Al-Fatah.
Pilkada Gorontalo Digugat
Pada hari yang sama, Jumat (6/7), Paslon Nomor Urut 1 Pilkada Kota Gorontalo 2018 melalui kuasa hukumnya Ardi Wiranata menjelaskan selisih suara antara Paslon Nomor Urut 1 dengan pemenang Pilkada Gorontalo 2018 sebesar 2%.
“Inti gugatan kami, sesuai dengan formalitas pengajuan permohonan yang kami ajukan. Persoalan selisih suara dan juga persoalan yang menurut kami agak substantif ketimbang prosedural. Misalnya, ada beberapa persoalan mengenai politik uang yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif di sebagian besar 9 kecamatan di Gorontalo. Hal itu sementara berproses di tingkat Bawaslu Provinsi,” ungkap Ardi.
Persoalan lain, lanjut Ardi, terjadi saat proses tahapan Pilkada Kota Gorontalo 2018. “Pasangan yang meraih suara terbanyak dalam Pilkada Gorontalo 2018 pernah dicoret dari peserta pilkada. Kemudian memang ada beberapa pelanggaran yang tidak berdasarkan sesuai tahapan,” tegas Ardi.
Mahkamah Konstitusi telah membuka pendaftaran perkara Penyelesaian Hasil pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2018 sejak 4 Juli 2018 hingga 11 Juli 2018 mendatang. Sampai hari ini tercatat tiga daerah telah mengajukan permohonan, yakni Kota Tegal, Kota Parepare dan Kota Gorontalo(Nano Tresna Arfana/LA)