Hakim Mahkamah Agung (MA) Belanda Edgar du Perron hadir menjadi narasumber dalam kegiatan recharging programyang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) bagi para pegawai MK pada Senin (2/7) di Ruang Konferensi MK. Dalam kesempatan itu, Edgar menyampaikan materi tentang “Rule of Law, Constitutional Principles and Election-Related Questions in the Case Law of the Highest Courts of Netherland”.
Memulai pemaparannya, Edgar mengungkapkan kekagumannya terhadap persiapan dan kesiapan MKRI dalam menghadapi PHP Kada Serentak Tahun 2018. Menurutnya, tidak ada lembaga seperti MKRI yang mengatasi masalah sengketa pemilihan umum di Belanda. Ia menuturkan tidak ada sengketa pemilihan seperti yang ada di Indonesia karena kepercayaan publik diserahkan kepada partai yang mewakili di parlemen. “Jika ada sengketa, ada badan sendiri yang menyelesaikan, tapi hanya soal penghitungan, yakni (National) Electroral Council. Dan (sengketa pemilu) itu jarang terjadi di Belanda,” ungkapnya ketika ditemui usai memberikan kuliah.
Menurut Edgar, keberadaan sebuah lembaga seperti mahkamah konstitusi baik bagi keberlangsungan demokrasi suatu negara. Sayangnya, lanjut Edgar, Belanda belum memiliki Mahkamah Konstitusi seperti Indonesia. Ia mengungkapkan baru pada 2018, muncul ide dan direncanakan dibentuk Mahkamah Konstitusi di Belanda. Untuk itu, ia sangat berharap dapat menjalin kerja sama dengan MKRI agar jika nantinya terealisasi adanya MK di Belanda, maka Belanda dapat belajar dari pengalaman MKRI.
Sebelum memberikan kuliah di hadapan sekitar 30 pegawai yang terdiri dari panitera pengganti dan peneliti, Edgar menemui Wakil Ketua MK Aswanto yang didampingi Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna dan Wahiduddin Adams. Ketiga menyambut kedatangan Edgar dan jajarannya ke MK selain membicarakan mengenai sistem hukum di Belanda.
Sebelumnya, Edgar menemui Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah yang menyampaikan recharging program bertujuan untuk meningkatkan kualitas putusan MK. Kegiatan ini, lanjut Guntur, telah disetujui oleh Presiden Joko Widodo dan mendapat dukungan penuh. Selain recharging program, MK juga menyelenggarakan program rintisan gelar khusus peneliti dan PP, internship dan kegiatan internasional lain seperti shortcourse sebagai bagian dari kerja sama AACC.
Guntur menyebut recharging program telah dilaksanakan untuk kedua kalinya. Berbeda dengan tahun lalu, Guntur menyebut tahun ini dimulai dengan kegiatan persiapan. Konsepnya adalah peserta recharging program mendapat pembekalan konsep dari perguruan tinggi dan mempelajari dari institusi terkait. “Jika tahun lalu bertema pembubaran parpol, maka tahun ini bertemakan tentang pemilu,” ujarnya.
Recharging program yang diadakan sejak 25 Juni-4 Juli 2018 tersebut merupakan tindak lanjut kerja sama dengan The Hague University. Kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan pendalaman keilmuan bidang hukum bagi para pegawai. Kegiatan bertajuk “General Course in Counstitutional Law: Comparative Perspective” ini menghadirkan beberapa ahli dari Pengadilan HAM Eropa, Mahkamah Agung Belanda, akademisi dari The Hague University, dan juga ahli dari Indonesia. (Lulu Anjarsari)