Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak Tahun 2018, Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar Sosialisasi Hukum Acara Penanganan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Serentak Tahun 2018 di Gedung Idham Chalid, Kantor Setda Provinsi Kalimantan Selatan, Banjarbaru, Jumat (22/6). Sosialisasi tersebut diikuti sekitar 150 peserta yang terdiri dari unsur Penyelenggara Pilkada, Pengawas Pilkada, Tim Hukum Paslon, Advokat, Aparat Penegak Hukum serta Akademisi.
Pada acara tersebut, para peserta mendapatkan materi dari Hakim Konstitusi Manahan MP Sitompul. “Mahkamah Konstitusi juga membutuhkan dukungan dari seluruh pemangku kepentingan terutama penyelenggara Pilkada. Karena pelaksanaan kewenangan MK juga amat ditentukan oleh kesiapan pemangku kepentingan Pilkada Serentak dalam mengikuti proses dan mekanisme beracara di MK,“ ujarnya.
Manahan menyampaikan sumber hukum beracara di MK dalam perselisihan hasil pemilihan kepala daerah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK). Selain itu, juga telah ada Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) pada Nomor 5, 6, 7, dan 8 tahun 2017.
Dijelaskan pula, para pihak dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Gubernur, Bupati, dan Walikota dibagi menjadi tiga, yakni Pemohon, Termohon, dan Pihak Terkait. Pemohon berdasarkan PMK nomor 5 tahun 2017 Pasal 3 ayat (1) yaitu merupakan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati, atau Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota.
Lebih lanjut, Manahan menjelaskan, pihak Termohon berdasarkan Pasal 3 ayat (2) PMK Nomor 5 Tahun 2017, yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau Komisi Independen Pemilihan (KIP) Provinsi, KPU/KIP Kabupaten, atau KPU/KIP Kota. Sementara, Pihak Terkait berdasarkan Pasal 3 ayat (3) PMK No. 5 tahun 2017, merupakan pihak yang berkepentingan langsung terhadap permohonan Pemohon, yakni Peserta Pemilihan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati, atau Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota yang memperoleh suara terbanyak.
Selain itu, Manahan menegaskan mengenai tenggang waktu pengajuan permohonan dalam pengajuan permohonan pemohon dalam php gubernur, bupati, dan walikota berdasarkan Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 7 PMK 5 tahun 2017. “Bahwa Permohonan Pemohon diajukan kepada Mahkamah paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak Termohon mengumumkan penetapan perolehan suara hasil Pemilihan,” tandasnya.
Mahkamah Konstitusi juga akan tetap konsisten menerapkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, dalam memeriksa dan mengadili syarat formal pengajuan sengketa hasil pilkada ke MK. Pasal ini membatasi gugatan sengketa hasil pemilihan kepala daerah, karena hanya bisa diajukan jika selisih suara penggugat dengan pemenang Pilkada maksimum 2% (dua persen). Bahkan MK juga menerapkan PMK Nomor 1 dan Nomor 5 Tahun 2015 terkait perhitungan selisih perolehan suara dalam sengketa pilkada.
Di akhir sosialisasi, Manahan menegaskan bahwa Pengucapan Putusan dilaksanakan dalam tenggang waktu paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi atau BRPK. Serta Putusan Mahkamah bersifat final dan mengikat sejak selesai diucapkan dalam sidang pleno.
Sementara, Panitera Muda II MK Muhidin, memaparkan mengenai pengadministrasian registrasi perkara terhadap beberapa layanan MK yang telah diperbarui guna menghadapi PHP Kada Serentak Tahun 2018. MK sudah mempersiapkan fitur simpel.mkri.id yang bisa diakses melalui laman MK di www.mahkamahkonstitusi.go.id. Pemohon kini bisa menggunakan fitur tersebut untuk permohonan secara online. Lanjut Muhidin, MK juga telah mempersiapkan mengenai informasi persidangan, persidangan jarak jauh hingga live streaming di persidangan MK. MK berkomitmen sistem penanganan perkara yang telah dibangun ini bersifat manual maupun elektronik.
Pembukaan Sosialisasi
Dalam sosialisasi tersebut, Kepala Biro Humas dan Protokol Rubiyo yang membacakan laporan Sekretaris Jenderal MK M. Guntur Hamzah. “Sosialisasi ini bertujuan memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada seluruh penyelenggara Pilkada Serentak mengenai Hukum Acara MK dalam penanganan perkara perselisihan hasil pilkada,” ujar Rubiyo mengutip Laporan Sekjen MK.
Rubiyo menyebut suksesnya penyelenggaraan Pilkada Serentak Tahun 2018 tidak hanya ditentukan atau diukur dari tahap awal hingga hari pemungutan suara dan hari penetapan hasil perolehan suara. Melainkan juga ditentukan bagaimana mekanisme penanganan perselisihan hasil perolehan suara dilakukan, semakin perselisihan dapat diselesaikan dalam koridor hukum secara damai adil barulah pilkada dapat dikatakan sukses. Lebih lanjut, demi terwujudnya harapan Pilkada yang sukses, perlu kesiapan dan antisipasi terhadap berbagai hal yang mungkin timbul bersamaan dengan penanganan perselisihan perkara hasil pilkada, dan MK diberi kewenangan oleh Undang-undang untuk menyelesaikan perselisihan hasil perolehan suara Pilkada Serentak.
Sementara, Wakil Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Resnawan meminta seluruh unsur penyelenggara pilkada maupun pengawas pilkada serta anggota pemenangan paslon untuk menjaga muruah Pilkada Serentak Tahun 2018.
“Mari kita jaga muruah pilkada serentak tahun ini. Kepada seluruh anggota pemenangan pasangan calon kepala daerah untuk terus menjaga situasi yang kondusif di Kalimantan Selatan ini. Murnikan tekad dan niat memenangkan pilkada untuk memajukan daerah dan mensejahterakan masyarakat,” ucapnya.
Menurutnya, penyelenggara pemilu harus bisa menjaga marwah serta kepercayaan masyarakat demi menjaga iklim demokrasi yang baik. Proses demokrasi harus dijaga dan dirawat dengan baik oleh semua elemen masyarakat. (Bayu Wicaksono/LA)