Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan uji materiil Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat), Rabu (18/7). Sidang kedua Perkara Nomor 52/PUU-XVI/2018 tersebut adalah memeriksa perbaikan permohonan.
Victor Santoso Tandiasa selaku kuasa hukum menyebut pihaknya menambah empat Pemohon baru yang akan mengajukan uji materiil pasal yang sama. Ia mendalilkan penambahan tersebut adalah untuk mengakomodir pihak lain yang memiliki kepentingan yang sama. Ia juga menjelaskan memperkuat kedudukan hukum Pemohon.
“Kami kemudian menguatkan legal standing untuk Pemohon IV, Pemohon II dan Pemohon IX. Pemohon II adalah rekan dari advokat yang kemudian terkena masalah dalam kasus Kotawaringin Barat, dimana tindakan yang dilakukan oleh Pemohon II, dan timnya, dan rekannya sebenarnya bukan merupakan tindak pidana, namun secara unsur memang masuk ke dalam tindak pidana karena pemahaman mengarahkan dengan menginformasikan itu 2 kemudian sangat tipis dan di situ kemudian Pemohon II tidak mendapatkan perlindungan dari adanya Pasal 16 Undang-Undang Advokat. Dan untuk Pemohon IX itu selain advokat juga adalah seorang dosen yang mengajar hukum konstitusi dan Pemohon IX mengalami kebingungan atau ketidakjelasan terhadap mekanisme dari hak imunitas tersebut yang diberikan oleh norma a quo,” jelas Victor di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo tersebut.
Victor juga menjelaskan perbaikan petitum permohonan jika sebelumnya hanya membatalkan keberlakuan Pasal 16 UU Advokat menjadi konstitusional bersyarat sepanjang tidak dipenuhi syarat bahwa frasa tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana dalam menjalankan tugas, profesinya dengan itikad baik tidak dimaknai pengajuan permohonan gugatan perdata ataupun proses pemanggilan dan permintaan keterangan sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana kepada advokat yang sedang menjalankan tugas profesinya hanya dapat dilakukan setelah mendapatkan keputusan dari pemeriksaan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.
Dalam permohonannya, Pemohon menitikberatkan persoalan mengenai pihak yang berwenang dalam menilai itikad baik advokat sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 UU Advokat. Menurut Pemohon, Dewan Kehormatan Organisasi Advokat (DKOA) merupakan satu-satunya lembaga yang berhak menilai itikad baik advokat secara objektif. Artinya, ada mekanisme yang harus ditempuh yakni melalui pemeriksaan DKOA sebelum kemudian dikeluarkan persetujuan apabila dalam pemeriksaan terbukti melakukan tindakan atau perbuatan dalam menjalankan tugasnya tidak berdasarkan itikad baik. Persetujuan DKOA inilah bentuk mekanisime hak imunitas seorang advokat yang sedang menjalankan tugasnya agar terbebas dari ketakutan dan kekhawatiran dari penilaian subjektif dugaan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan (Perdata atau Pidana) yang dilakukan oleh advokat saat sedang menjalankan tugas profesinya dalam membela kepentingan hukum kliennya. Hal ini tentunya juga sebagai bentuk jaminan dan perlindungan serta upaya dalam menjaga martabat dan kehormatan advokat. (ARS/LA)