Sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (19/3) siang dengan agenda mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR.
Akan tetapi, DPR berhalangan hadir karena satu dan lain hal. Sedangkan Pemerintah yang dihadiri Erwin Fauzi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) beserta lainnya menyatakan menunda penyampaian materi keterangan Pemerintah.
Menanggapi hal tersebut, Majelis Hakim menyetujui penundaan sidang dan meminta Pemohon mempersiapkan saksi yang dihadirkan. Jhoni Boetja dan rekan selaku Pemohon perkara Nomor 12/PUU-XVI/2018 tersebut, menerangkan kepada Majelis Hakim bahwa pihaknya tidak akan menghadirkan ahli maupun saksi. Untuk itu, Majelis Hakim memutuskan menunda sidang hingga 28 Maret 2018 mendatang.
Pegawai BUMN PT. PLN (Persero) menguji Pasal 14 ayat (3) huruf (a), (b), (d), (g), dan (h) UU BUMN yang menyebutkan, “Pihak yang menerima kuasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri untuk mengambil keputusan dalam RUPS mengenai : a. perubahan jumlah modal; b. perubahan anggaran dasar; d. penggabungan, peleburan, pengambilalihan, pemisahan, serta pembubaran Persero; g. pembentukan anak perusahaan atau penyertaan; h. pengalihan aktiva.”
Kuasa hukum Pemohon Edy Supriyanto Saputro mendalilkan bila PP Nomor 72 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penatausahaan Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas adalah salah satu perangkat untuk memprivatisasi BUMN tanpa terkecuali. Menurut Pemohon, BUMN yang produksinya menyangkut orang banyak akan diprivatisasi seperti yang tertuang dalam PP Nomor 39 Tahun 2014 tentang “daftar bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan dibidang penanaman modal”. Pembangkit listrik, transmisi tenaga listrik dan distribusi tenaga listrik swasta dapat memiliki saham hingga 95-100%, yang akan menghilangkan fungsi negara untuk menguasai cabang produksi yang penting bagi Negara yang menyangkut hidup orang banyak.
Pemohon beranggapan, adanya Pasal 14 ayat (3) huruf (a), (b), (d), (g), dan (h) UU BUMN, pemerintah yang diwakili menteri bertindak selaku pemegang saham dapat mengubah Anggaran Dasar (AD) perseroan, meliputi unsur penggabungan, peleburan dan pengalihan aktiva, perubahan jumlah modal, perubahan anggaran dasar, pengambilalihan dan pemisahan tanpa pengawasan dari DPR. (Nano Tresna Arfana/LA)